Tuesday, March 27, 2007
Olahraga, Atlet dan Buku
Jakarta - Olahraga dan buku. Yang pertama adalah kata subyek, kedua kata benda. Ada keterpisahan yang jauh pada keduanya. Namun jika disatukan dalam istilah Buku-Olahraga, akan mudah dimengerti maknanya; suatu benda berupa kertas bundel yang di dalamnya memuat tulisan tentang olahraga.

Buku-olahraga jelas luas pengertianya. Isinya mungkin tentang teknik olahraga, tentang kiprah atlet, sejarah salah satu cabang olahraga, atau jenis lainnya. Dalam padanan kata ini, jelas olahraga dan buku mempunyai korelasi.

Di berbagai negara, terutama negara yang masyarakatnya gemar membaca, akan banyak buku tentang olahraga yang kita temukan. Tapi di negara kita, buku-olahraga masih terbatas pada dunia akademik.

Di Eropa, jenis buku-olahraga beragam jumlahnya, bahkan melebihi jenis buku akademik. Tiap tahun, selalu ada saja yang menulis tentang olahraga. Para atlet menceritakan pengamalan di gelanggang dan pengalaman hidupnya dalam bentuk buku. Para pelatih membuat sistematika ide-ide dan pengalaman dalam sebuah buku. Para analis bahkan lebih rajin menulis kisah-kisah, kritik dan wacana olahraga.

Sudah ribuan buku-buku itu beredar. Tingkat penjualannya pun tergolong laku. Kabar terbaru adalah terbitnya buku tentang Michael Ballack Oktober 2004 lalu. Seorang mantan wartawan, Dino Reisner, yang menulis buku itu memberinya judul; Michael Ballack Die Story des Fussball Superstar.

Kabarnya, buku yang mengisahkan tentang kehidupan kapten kesebelasan Jerman itu dicetak 800 ribu eksemplar. Dan kini, sudah hampir cetak ulang. Diramalkan, buku itu akan semakin laris mencapai 2 juta eksemplar hingga digelarnya Piala Dunia 2006 Juni-Juli nanti.

Delapan ratus ribu eksemplar? dua juta eksemplar? Dahsyat! Tidak pernah kita mendengar di Indonesia ada buku selaris itu dalam waktu setahun. Paling-paling kita mendengar buku best seller di Indonesia terjual 70-100 ribu eksemplar. Dan itu tak pernah terjadi dalam buku olahraga, kecuali buku proyek Departemen Pendidikan yang dijual dengan cara memaksa kepada murid-murid sekolah.

Buku olahraga, apalagi buku tentang atlet. Sungguh tak bisa kita bayangkan dalam waktu sekarang ini bisa menyeruak masuk ke dalam pasar buku Indonesia yang kian hari kian marak. Kita masih melihat minat baca, terutama minat beli di masyarakat kita belum kondusif. Paling-paling kalau menerbitkan sebuah buku, penerbit hanya mampu mencetak sekitar 2 ribu eksemplar.

Jika bisa dicetak ulang, paling banter 2 kali lipat. Itupun beberapa tahun kemudian. Akibatnya, penulis yang bekerja esktra tak akan mendapatkan upah yang sepadan. Di Indonesia, honor penulis rata-rata mendapat 10-12 persen dari harga jual buku. Kalau dijual dengan harga Rp 30 ribu per buku, maka penulis mendapatkan Rp 3.000 rupiah.

Jika dikalikan jumlah cetaknya yang 2000 eksemplar, maka penulis akan mendapatkan royalti sebesar Rp 5 juta. Duh, suatu angka yang sangat memprihatinkan. Menulis berbulan-bulan kok hanya mendapat 5 juta.

Tragisnya, sang penulis harus menunggu buku tersebut laku di pasaran. Dan setiap 3 bulan, penerbit akan memberikan honornya secara cicil. Bisa-bisa uang 5 juta total akan diterima dengan menunggu selama 2 tahun. Sebab rata-rata penjualan 2 ribu eksemplar harus menunggu waktu yang lama itu. Itupun jika benar-benar laku. Jika tidak? Kacian deh loe!

Masalahnya memang bukan hitungan nominal rupiah yang sedikit itu. Semua penulis di dunia hanya akan mendapatkan royalti tidak lebih dari 15 persen. Yang jadi kendala utama adalah penerbit tidak berani mencetak buku dalam jumlah puluhan ribu eksemplar. Sebab daya beli masyarakat teramat rendah untuk zaman modern sekarang ini. Tentu akan lain jika buku yang dicetak mencapai 200 ribu atau bahkan 800 ribu eksemplar. Silahkan hitung saja jumlah penghasilan penulis dari royalti sebesar 10 atau 15 persen! Ini memang menjadi problem fundamental. Tapi tak berarti kita fatalis menerima kenyataan, sebab itu bukan takdir.

Buku tentang olahraga, tentang atlet, atau tentang apapun yang berkaitan dengan olahraga mestinya mulai dikembangkan di Indonesia. Hanya sedikit sekali atlet yang sudah menerbitkan buku, seperti Taufik Hidayat, Icuk Sugiarto dan Rudi Hartono. Bagaimana dengan yang lain? Bagaimana dengan atlet, mantan atlet, terutama pelatih sepakbola kita?

Para atlet mungkin mengalami hambatan dalam menulis, namun bukan berarti kita mengharapkan para atlet bersusah payah belajar menulis lazimnya para jurnalis. Yang diperlukan adalah bagaimana ada transfer pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan dari seorang atlet kepada para jurnalis.

Dengan begitu, sang jurnalis-lah yang akan mengeksekusi dalam bentuk tulisan. Jika tidak dalam bentuk buku langsung, bisa saja sang atlet mengemas tulisan dalam bentuk artikel. Publikasinya bisa memanfaatkan media massa, terutama media massa olahraga yang sudah ada di Indonesia, jika perlu, tulisan itu "diekspor" ke media-media massa luar negeri.

Soal biaya memang jadi kendala, tapi jika keinginannya bukan soal duit melulu, sekadar menerbitkan buku biasa biaya produksi bisa dijangkau. Untuk sementara, tak jadi soal jika pada kenyataannya peredaran buku hanya berkisar pada angka, seribu, dua ribuan. Sebab yang paling penting adalah memulai tradisi pengembangan olahraga melalui buku.

Apa perlunya?

Kita sadar, ide para atlet terutama mereka yang berprestasi, lebih-lebih lagi mereka yang kini sudah pension punya segudang pengalaman dan pengetahuan. Dari sinilah masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan tersebut. Secemerlang apapun prestasinya, jika tidak ditularkan kepada generasi berikutnya dan masyarakat luas tentu hanya akan jadi museum. Penuh kenangan indah tapi tak bermakna secara praktis.

Buku adalah mutiara tiada tara harganya. Hanya melalui buku, seorang pelatih Rahmad Darmawan yang musim lalu berhasil mengantarkan Persipura Jayapura menjuarai Liga Indonesia hanya akan bisa menyalurkan ilmunya kepada masyarakat.
Fenomena Persipura menjadi juara dilatarbelakangi banyak hal. Dan proses --bukan hasil-- itulah yang ingin kita dapatkan. Bagi seorang Rahmad, menerbitkan buku bertajuk "Setahun Melatih Persipura" misalnya, akan menjadi pengalaman yang berharga bagi pelatih lain, atlet lain dan masyarakat luas.

Demikian juga bagi seorang Bambang Pamungkas atau Elie Eboy, pengalaman bermain sepakbola di Malaysia jelas sangat perlu disajikan dalam sebuah buku.

Selama ini kita banyak teledor, membiarkan banyak hal, terutama pengalaman pahit getirnya perjuangan olahraga tanpa mencatatnya. Memori yang berharga seolah-olah hanya menjadi milik pribadi masing-masing pelaku. Padahal, bagi sesama warga negara, yang punya kesamaan pandangan untuk kemajuan prestasi olahraga, memori itu adalah pijakan yang akan menentukan sukses gagalnya loncatan kita ke depan.

Mengupayakan tradisi baru, atlet menjabarkan pengalaman melalui pena, jelas sebagai hal yang penting. Kita harus mencoba menuju ke arah sana. Dan itu selalu bisa dilakukan. Kalau artis saja kini sudah berani menerbitkan buku, kenapa para atlet tidak?

Buku yang baik memang harus mengarah pada jalur edukatif. Namun jika tidak, buatlah buku yang biasa saja. Sebab, apapun pengalaman, pengetahuan secara otomatis akan menjadi pengetahuan berharga bagi yang membutuhkan. Kata pepatah, "pena lebih tajam dari sebilah pedang." Nah, bisa jadi prestasi olahraga kita kurang tajam karena mengabaikan pena. Wallahu a'lam.

======


* Penulis adalah Pemerhati Sepakbola.

** Redaksi menerima artikel atau tulisan bebas dari pembaca yang bisa dikirim melalui imel ke redaksi@detiksport.com. Sertakan keterangan singkat biodata anda, dan kalau ada sisipkan foto. Redaksi berhak mengedit setiap naskah yang masuk dan akan dipublikasikan.




Keterangan foto: Buku biografi Michael Ballack. Diramalkan akan laku 2 juta eksemplar (amazon.com)
posted by Hefri's Blog @ 3:01 AM   0 comments
INTERNAL BERGOLAK
LONDON - Jalan Timnas Inggris menuju putaran final Euro 2008 semakin berliku. Setelah tiga kali gagal menuai poin maksimal di babak kualifikasi, internal The Three Lions malah digoyang masalah serius kemarin. Itu buntut dari hasil imbang Inggris (0-0) saat dijamu Israel di Stadion Ramat Gan, Tel Aviv, Minggu (25/3) lalu.

Suasana kamar ganti The Three Lions mulai tak kondusif. Kekompakan tim terancam. Itu dipicu oleh ketegangan antara arsitek Steve McClaren dengan striker Wayne Rooney. Menurut berita yang dilansir The Sun, setelah gagal mengalahkan Israel, McClaren tidak bisa menahan emosinya. Rooney menjadi sasaran kemarahan mantan arsitek Middlesbrough itu.

McClaren kesal karena Rooney tak bisa menunjukkan performa terbaiknya, seperti yang dia tunjukkan selama membela Manchester United. Mantan bomber Everton itu, kata McClaren, tak hanya gagal mencetak gol, namun dia juga sering lepas kendali. Puncaknya, Rooney mendapat ganjaran kartu kuning setelah bersitegang dengan bek Israel, Tal Ben Haim.

Rooney frustasi lantaran tak bisa melepaskan diri dari kawalan Haim. "Kamu tak pernah bermain bagus sejak 2004. Kamu tak pernah bikin gol sejak Euro 2004," damprat McClaren. Teriakan McClaren itu terdengar sampai di kamar ganti pemain Israel yang bersebelahan dengan kamar ganti Inggris. Rooney yang memang temperamental, langsung bereaksi dengan melempar sepatu dan kostumnya ke arah dinding.

"Saya bukan satu-satunya pemain yang harus bertanggung jawab atas kegagalan tim mencetak gol," balas Rooney. Rooney memang belum pernah mencetak gol di laga resmi di luar uji coba, sejak Inggris mengalahkan Kroasia 4-2 di babak penyisihan grup Euro 2004 lalu. Laga melawan Israel, dia sebetulnya jadi tumpuan menyusul absennya Peter Crouch dan Michael Owen.

Apalagi, dalam laga uji coba lawan Belanda November lalu, dia mencetak satu gol dan menjadi satu-satunya koleksi gol Inggris dalam lima pertandingan terakhir. Faktanya, jangankan mencetak gol, sepanjang 90 menit Rooney nyaris tak memiliki peluang yang mengancam gawang Israel.

"Kami hanya mencetak satu gol dari lima pertandingan. Jelas, tak ada yang lebih frustasi dari Rooney," tukas McClaren. Selain bersitegang dengan Rooney, hubungan McClaren dengan asistennya, Terry Venables, juga mulai renggang. Venables kabarnya kecewa karena McClaren tak pernah mendengar masukan yang dia sampaikan.

Padahal, McClaren meminta FA (PSSI-nya Inggris) untuk merekrut Venables sebagai asisten, karena dia ingin menyerap pengalaman dari pelatih yang pernah menangani Inggris pada 1994 hingga 1996 itu.

Konflik internal itu dikhawatirkan publik bakal mengganggu penampilan Inggris. Betapa tidak, buntut dari rentetan kegagalan itu, John Terry dkk butuh kemenangan saat melawat ke Stadion Olimpic de Montjuic, Barcelona menghadapi Andorra dalam lanjutan Kualifikasi Euro 2008 besok. Misi The Three Lions untuk membawa pulang tiga poin dari tim terlemah di Grup E itu bisa terganjal jika masalah internal itu belum dituntaskan.(bas)
posted by Hefri's Blog @ 2:57 AM   0 comments
Hello
Selamat Datang di BLog-q. kalau mampir kesini jangan lupa isi Komentar KamU di Polling ya....
posted by Hefri's Blog @ 1:35 AM   0 comments
Qm Pengunjung Ke-
Get free counter at Cgi2yoU.com
Jam Online
About Me


Name: Hefri's Blog
Home: surabaya, Indonesia
About Me: Hefri adalah orang yang asik,mudah bergaul,so'cool,sangat konyol,juga manis sekali.
See my complete profile

Jadwal Sholat
hewan
  • >
  • News Indosiar
    Links
    Shoutbox

    Free shoutbox @ ShoutMix
    Template By
    Free Blogger Templates